*Karya salah satu kader Komisariat KAMMI Salatiga
Aku teringat dua tahun silam ketika kaki ini mulai
menginjak tanah sebuah kota kecil yang berada di provinsi Jawa Tengah, kota
Salatiga namanya, disitulah diri ini mengenal kehidupan ikhwah, sebuah kata asing yang
belum pernah aku dengar sebelumnya. Setibanya di Salatiga aku dijemput oleh
seorang teman yang membawaku kesebuah wisma yang dibina. Hari-haripun kujalani
dengan terpaksa awalnya, melakukan hal-hal yang membuat diri ini justru ingin
kabur dari wisma tersebut. Bangun malam dilanjut subuhan serta melakukan dzikir
pagi dengan matsurot, sungguh membosankan dan menjenuhkan.
Tibalah di kampus yang ku tuju STAIN Salatiga.
Disanalah aku mencari sebuah oganisasi yang bernama KAMMI. Nama KAMMI memang
sudah tidak asing bagiku karena dirumah ada beberapa stiker dan kalender KAMMI
yang dibawa pulang oleh kakak kandungku, meski begitu dia tidak pernah
menyarankan agar aku bergabung dengan oganisasi tersebut. Rasa penasaran ini
pun muncul, penasaran dengan KAMMI, apa itu KAMMI??? diri ini selalu
bertanya-tanya. Aku pun iseng mencari seseorang yang menjadi anggota KAMMI, aku
pun bertemu dengannya. Banyak hal yang aku tanyakan padanya tentang KAMMI.
Kemudian aku pun dikenalkan dengan seorang akhwat yang merubah pribadi ini.
Seorang akhwat yang pendiam, kalem, tenang dan dewasa. Sekretaris Departemen
Kaderisasi periode 2009-2010, dialah yang mendekatkan diri ini dengan KAMMI dan
mengajak ke jurang kebenaran.
Kondisi KAMMI Komisariat Salatiga yang saat itu sedang
dilema karena ditinggal pergi para kadernya tanpa pamit. Dia tetap bertahan dan
berjuang di KAMMI dengan penuh kesabaran. Dia bagaikan jantung bagi organisasi
in karena selalu semangat dengan kondisi tersebut. Dialah yang memberi
pemahaman padaku dan teman-teman, begitu sabar menjawab pertanyaan-pertanyaan
dari kami. Dia sosok yang hampir separuh hidupnya untuk KAMMI apapun untuk
KAMMI dia berikan. Mbak Ulfa kami memanggilnya, bahkan kami pun sepakat
menyebutnya sebagai Ibu KAMMI, dalam bahasa jawa dia sosok yang ngemong (menjaga) adik-adiknya seperti
anak-anaknya. Setiap keputusan pun selalu menunggu jawaban dari dia. Hampir
semua urusan KAMMI dia yang menyelesaikanya. Setahun kemudian mbak Ulfa wisuda
dan saat itulah detik-detik bahwa kami akan kehilangan sosoknya. Perjuangan dan
pemikiran yang penuh dengan pertimbangan serta kesabaran dalam membantu
mengambil keputusan yang terbaik itulah yang akan kami rindukan. Syuro’ tanpa
mbak Ulfa seperti anak yang kehilangan induknya.
Berbeda dengan sosok ikhwan yang satu ini Ketua Umum
Komisariat KAMMI Salatiga periode 2009-2010. Seorang mujahid yang dari
perawakanya terlihat sangar, keras, dan pemarah ditambah dengan kulit hitamnya
(afwan ya akh J). Ikhwan KAMMI yang pertama aku
kenal, tapi ternyata begitu mengenal pribadinya tidak jauh beda sich hehe…
(afwan lagi). Pribadi yang sangat humoris ketika bersosialisasi dengan
kader-kadernya, cerewet alias suka cerita dan akrab sekali dengan para
kadernya, ikhwan wa akhwat.
Dia salah satu kader yang juga tetap bertahan dan berjuang
bersama KAMMI, mungkin karena tuntutan juga sebagai seorang pemimpin. Hampir
semua elemen gerakan mahasiswa mengenal sosoknya dari rakyat jelata hingga
tokoh utama di Salatiga pun mengenalnya. Salah satu kader yang menurut kami
KAMMI banget’s karena dimana kemanapun selalu memakai jacket kebesaran KAMMI.
Akh Basyor kami memanggilnya, seorang kader yang rela mengabdikan dirinya untuk
KAMMI sampe wisudapun tertunda hehe… . Seorang AB3 Salatiga yang masih
konsen untuk KAMMI Komisariat Salatiga. Kiprahnya yang mudah dekat dengan orang
itulah yang membuat KAMMI ini tetap eksis. Hingga saat ini gerakan mahasiswa
yang lain masih menganggap Akh Basyor adalah Ketua KAMMI Komisariat Salatiga,
meskipun sudah tidak lagi menjabat sebagai ketua.
Sosok pemimpin yang masih melekat dalam dirinya membuat
KAMMI lebih dihargai oleh elemen-elemen gerakan lainnya, ya karena ada Akh
Basyor. Kiprah dan perjuangannya tidak akan kami lupakan bahkan
pemikiran-pemikiranya pun masih kami butuhkan. Ketika ada sosok Ibu, tentu saja
ada sosok seorang Bapak yang melekat pada diri Akhuna Basyor.
Dua sosok yang berbeda tapi sama. Walaupun karakter dan
mempunyai pemikiran yang berbeda serta kadang memang ada perbedaan pendapat
dari keduanya, tapi itu tidak menghalangi mereka untuk bersama-sama membangun
KAMMI dengan keterbatasan yang ada dan berbagai masalah internal yang dihadapi
waktu itu. Berbeda bukan berarti masalah, berbeda bukan berarti konflik, tapi
berbeda itu indah ketika masih mempunyai tujuan yang sama, dengan perbedaan
itulah akan menjadi warna dalam bergerak di jalan dakwah. Sebuah jalan yang
harapannya selalu ada sosok mujahid dan mujahidah yang rela berjuang demi
tegaknya dienini. Bahkan
karena perbedaan inilah yang menyatukan mereka untuk menggenapkan setenga dien
ini seperti salah satu buku yang berjudul “Di Jalan Dakwah Aku Menikah” tapi
bukan ini intinya. Banyak sekali hal-hal yang mereka miliki untuk menjadikan
inspirator bagi kami yaitu semangat yang tak kenal henti. Semangat, keikhlasan
dan perjuangan mereka tetap kokoh walaupun banyak rintangan yang dihadapi waktu
itu serta yang paling miris adalah saat ditinggal oleh para kawan-kawan
seperjuangannya. Dua tokoh yang mungkin tidak akan pernah kami lupakan.
(Naskah ini diikutkan dalam lomba menulis KAMMI Madani)
0 komentar:
Posting Komentar