”Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang muslim?” (QS Fushshilat : 33)
 
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Berjuang tegakkan ketauhidan Untuk Kemuliaan, Berbekal ilmu iman yang mendalam Mahasiswa Muslim Indonesia, Intelektual Masyarakat Beriman, Islam Jiwa Perjuangan, Kebatilan adalah musuh insan, Islam jalan perjuangan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Berjuang tegakkan kebenaran, Ciptakan Masyarakat Bermoral, Berbekal ilmu iman yang mendalam, Perbaikan tradisi dalam berjuang, Memimpin ummat gapai kemenangan, Persaudaraan watak dalam berjuang, Solusi islam dalam perjuangan

Selasa, 04 Juni 2013

Gugatan Syiah pada Fatwa MUI Jawa Timur Dinilai Tidak Beralasan

0 komentar

Terkait gugatan kelompok Syiah Indonesia atas Fatwa MUI Jawa Timur No. Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012 tentang kesesatan ajaran Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah sesat dan Peraturan Gubernur No. 55 Tahun 2012 Tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat di Jawa Timur, dinilai tidak beralasan. Demikian disampaikan Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Ustadz Fahmi Salim kepada Voice of Al Islam di sekretariat Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jakarta, 3 Juni 2013.
Ustadz Fahmi Salim mendudukan masalahnya menjadi dua bagian. Pertama, dari segi ajaran. Kedua, dalam hal penanganan konflik sosial.  “Dari segi ajaran, kasus Syiah di Sampang jelas menyimpang dari ajaran Islam sesungguhnya. Terlebih ajaran Syiah mengajarkan doktrin-doktrin tertentu. “
Adapun soal penanganan konflik sosial, hendaknya pemerintah SBY mendukung Fatwa MUI Jawa Timur. Bukan malah menggugat ataupun membatalkan Fatwa ulama tersebut. Fatwa itu hak prerogatif ulama.
“Tentu saja penanganan konfllik sosial harus ada mekanismenya. Dalam hal ini Kepala Daerah harus tahu kebutuhan masyarakatnya. Secara pribadi, saya tidak setuju jika harus mengusir masyarakat Syiah di Sampang, mengingat itu kampung halaman mereka sendiri. Bahkan, mata pencaharian mereka juga disitu.”
Tapi, kata Fahmi Salim, ia bisa memahami, jika masyarakat Sunni di Sampang menghendaki agar kelompok Syiah keluar dari wilayah tersebut. Mengingat, kelompok Syiah kerap melanggar perjanjian yang seharusnya disepakati. “Kita harus memahami psikologi dibalik konflik ini.”
Seperti diketahui, kelompok Syiah seperti yang sudah disepakati, tidak menyebarkan ajaran Syiah di kalangan Sunni, khususnya di Sampang dan sekitarnya. Perjanjian itu dimulai sejak 2003. Eskalasi konflik selanjutnya terjadi di tahun 2011, hingga sekarang.  “Dalam hal ini ada ketidakjujuran dari pihak Syiah yang seharusnya menyepakati perjanjian.”
Jadi, buka semata mengusir orang tanpa sebab. Kalau tidak mau direlokasi, hormati perjanjian, agar tidak menyebarkan ajaran Syiah di kalangan masyarakat Sunni, terutama di Sampang. Kelompok Syiah juga hendaknya tidak mencaci maki sahabat Rasulullah seperti Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu ‘Anhum. Bagi Muslim Sunni, menghina sahabat Nabi sama saja menghina Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
“Sunni-Syiah bisa damai, kalau kaum Syiah tidak mengajarkan ajarannya di Indonesia. Selama ini kita tahu, kelompok Syiah tak ubahnya misionaris yang menebarkan ajarannya melalui paket santunan, memberi beasiswa dan bantuan social lainnya. Ini meresahkan di kalangan Muslim Sunni. Bahkan kelompok Syiah mengiming-imingi materi kepada masyarakat setempat agar keluar dari Sunni untuk kemudian berpindah ke Syiah.”
Belakangan isu Syiah ditarik pada persoalan kebangsaan. Tapi inti persoalannya adalah jangan pengaruhi orang untuk menjadi Syiah. “Sangat aneh, jika kelompok Syiah mengajukan Judicial Review dengan menggugat PNPS ke MK. Tapi mereka akhirnya ditolak MK. Ahmadiyah saja ditolak. Kini mereka malah menggugat Presiden SBY, Ketua Umum MUI, Ketua MUI Jatim, hingga Gubernur Jatim, dengan tuduhan telah bersikap intoleran. Saya kira gugatan itu sangat tidak beralasan, dan aneh saja.”

0 komentar:

Posting Komentar